Selasa, 07 April 2009

PEMBUATAN SARI BUAH


Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Selain buahnya yang dimakan dalam bentuk segar, daunnya juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Misalnya daun pisang untuk makanan ternak, daun pepaya untuk mengempukkan daging dan melancarkan air susu ibu (ASI) terutama daun pepaya jantan.

Warna buah cepat sekali berubah oleh pengaruh fisika misalnya sinar matahari dan pemotongan, serta pengaruh biologis (jamur) sehingga mudah menjadi busuk. Oleh karena itu pengolahan buah untuk memperpanjang masa simpannya sangat penting.

Buah dapat diolah menjadi berbagai bentuk minuman seperti anggur, sari buah dan sirup juga makanan lain seperti manisan, dodol, keripik, dan sale.

Sari buah adalah cairan yang dihasilkan dari pemerasan atau penghancuran buah segar yang telah masak. Pada prinsipnya dikenal 2 (dua) macam sari buah, yaitu :

1) Sari buah encer (dapat langsung diminum), yaitu cairan buah yang diperoleh dari pengepresan daging buah, dilanjutkan dengan penambahan air dan gula pasir.
2) Sari buah pekat/Sirup, yaitu cairan yang dihasilkan dari pengepresan daging buah dan dilanjutkan dengan proses pemekatan, baik dengan cara pendidihan biasa maupun dengan cara lain seperti penguapan dengan hampa udara, dan lain-lain.

Sirup ini tidak dapat langsung diminum, tetapi harus diencerkan dulu dengan air (1 bagian sirup dengan 5 bagian air). Buah-buahan yang sering diolah menjadi sari buah atau sirup antara lain : pala, pisang, jambu biji, mangga, sirsak, wortel, tomat, kueni, markisa, nangka, jahe, asam, hampir semua jenis jeruk, dan lain-lain. Sari buah atau sirup buah dapat tahan selama 3 bulan.

1. BAHAN
1) Buah segar : 5 kg
2) Gula pasir (khusus untuk sirup 1 ¼ kg) : 125 gram
3) Asam sitrat : 3 gram/liter sari buah
4) Natrium benzoat : 1 gram
5) Garam dapur : 20 gram
6)Air secukupnya

2. ALAT
1) Pisau
2) Panci email
3) Parutan kelapa
4) Pengaduk
5) Tungku atau kompor
6) Botol dan tutup yang sudah sterilkan
7) Kain saring atau kain blacu
8) Corong
9) Baskom

3. CARA PEMBUATAN
1) Pilih buah yang telah tua, segar dan masak lalu cuci;
2) Potong buah menjadi 4 bagian; * Khusus untuk buah pala sebelum dipotong-potong kukus dahulu selama 10 menit. Keringkan bijinya untuk dijual sebagai rempah-rempah.
3) Parut buah hingga menjadi bubur; * Untuk jeruk peras airnya
4) Tambah air, gula pasir, natrium benzoat, asam sitrat dan garam dapur; Perbandingan sari buah dengan air adalah sebagai berikut :
- Buah pala, pisang, jambu biji, mangga, sirsak, kueni, markisa, nangka (untuk 1 liter sari buah campur dengan 3 liter air)
- Buah jeruk (untuk 1 liter sari buah campur dengan 1 ½ liter air)
- Buah wortel, tomat, jahe, asam (untuk 1 liter sari buah campur dengan 2 liter air)
5). Aduk sampai rata. Selanjutnya pengerjaan untuk pembuatan sari buah (6-9) :
6) Saring campuran dengan menggunakan kain saring;
7) Masukkan hasil saringan ke dalam botol dan tutup rapat. Endapan hasil penyaringan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan dodol, selai, dan lain-lain;
8) Masukkan botol yang telah ditutup rapat dalam air mendidih selama 30 menit;
9) Angkat botol dan segera dinginkan.

Sumber Gambar : www.kaskus.us
sumber : Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340


Kalau kita masuk ke dalam rumah pasti kita akan menemukan berbagai macam perlengkapan dari mebel. Mulai dari meja,kursi, lemari,bingkai, temapat tidur dll. Hampir tidak ada perlengkapan aksesoris rumah yang tidak menggunakan furniture. Karena kemasyuran furniture dari indonesia ini sudah merambah dan merajai pasaran furniture di dunia.

Kami berbincang dengan salah seorang pengusaha mebel yang sudah memasarkan produknya mulai dari daratan Eropa hingga Amerika. Heru Purnomo laki-laki yang dilahirkan 40 tahun ini sudah menggeluti usaha mebel sejak tahun 2002.

Krisis Moneter 1998

Kami berhasil mewawancarai beliau untuk berbincang mengenai pengalamannya dalam mengarungi dunia usaha. Pria kurus berkaca mata ini awalnya hanya coba-coba untuk membangun usaha selepas menyelesaikan kuliahnya di teknik sipil UGM pada tahun 1998 di saat krisis moneter melanda negeri ini. Usaha yang pertama dia geluti adalah pemborong untuk pendirian rumah secara prsonal. Usaha ini ia jalankan mulai tahun 1999 hingga tahun 2004.

Disela-sela menjalankan usaha kontraktornya ini, Heru mencoba untuk berbisnis makanan jepang. Usahanya diawali dari kaki lima di jalan kaliurang dekat UGM. Dalam menjalankan usahanya ini dia mendatangkan koki dari jakarta. Usaha yang dirintisnya ini kemudian berkembang hingga ada salah seorang yang menawari untuk kerjasama. Akhirnya disepakati untuk mendirikan rumah makan di jalan jenderal Sudirman dengan nama Mia Sama.

Model kerjasama ini adalah profit sharing 75% untuk pengelola dan 25% untuk investor. Setelah berjalan beberapa tahun, di jogja mulai menjamur usaha-usaha serupa. Dengan tingkat kompetisi yang tinggi akhirnya perang harga sesama penjual tidak bisa dihindarkan. Pada tahun 2005 Heru akhirnya memutuskan untuk berhenti dan menyerahkan usahanya ini kepada kokinya.

Untuk usaha furniture ini awalnya heru bekerjasama dengan kakaknya yang berprofesi sebagai desain interior pada tahun 2002. setelah menjalani beberapa tahun Heru merasa cocok dengan usahanya ini dibanding dengan usaha sebagai pemborong dan rumah makan jepang. Akhirnya tahun 2005 heru memutuskan untuk total berbisnis furniture dengan mendirikan perusahaan sendiri.

Minyak Goreng Naik, UKM Pontianak terancam gulung tikar

Dampak kenaikan harga minyak goreng yang terjadi secara serentak di Indonesia, juga berimbas pada pelaku usaha kecil menengah (UKM) di Pontianak, yang kini terancam gulung tikar.
Kenaikan harga minyak goring (migor) ini diikuti kenaikan harga bahan pokok lain, seperti tepung terigu dan tepung kanji. Akibatnya, sejumlah pelaku home industry terpaksa menurunkan jumlah produksinya.

Seperti yang dilakukan dua pengusaha yang ditemui di kediamannya, Sabtu (9/3) lalu, baik Syaridah Djamhari, pengusaha kerupuk amplang, dan Kartika, pengusaha keripik tempe, sama-sama mengaku terpukul dengan kenaikan harga minyak goreng ini.
“Saya tak habis pikir, dalam sehari minyak goreng bisa mengalami kenaikan sampai dua kali,” keluh Syaridah. Hal ini baginya terasa memberatkan usaha yang telah ia lakoni di kediamannya di Jalan DR Wahidin ini. Usaha krupuk amplang ini sudah lima tahun ia lakoni, guna menafkahi keluarganya.
Menurutnya, minyak goreng yang semula sudah malah seharga Rp13.500, dalam hari yang sama bisa naik menjadi Rp14.500 per kilonya. Kejadian tersebut membuatnya gerah. Ibu dua anak ini mengaku ingin turut melakukan demonstrasi kalau memang ada masyarakat atau mahasiswa yang berunjukrasa.
“Sementara untuk bahan baku membuat amplang, selain ikan, tepung kanji juga mengalami kenaikan. Semula seharga Rp56.000/karung kini menjadi Rp104.000/karung dan hal tersebut sangat memberatkan produksi,” keluhnya.
Untuk dapat terus bertahan, Syaridah terpaksa mengurangi jumlah produksi. Jika biasanya ia memproduksi hingga 50 kg/hari, kini hanya 18-20 kg/hari. Tak hanya itu, manajemen usahanya juga terpaksa melakukan pengurangan jumlah karyawan, dari lima menjadi tiga karyawan. Ditambah pengurangan tempat memasak, dari dua tempat menjadi satu tempat saja.
Sementara harga kerupuk amplang yang ia jual di pasaran tidak mengalami kenaikan harga, karena permintaan pasar. Mensiasatinya, ia melakukan pengurangan timbangan setiap kilo amplang, namun tak merubah harga.
Melihat kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok yang tak menentu itu, kata dia, tidak menutup kemungkinan usahanya akan gulung tikar. Sebab, pengalaman tragis itu pernah ia alami saat beternak ayam, yang terpaksa kandas akibat khawatir wabah flu burung, yang membuat ia memutuskan untuk membuka usaha baru memproduksi amplang.
Amplang ‘MIA’ ia ambil dari nama anak ke-2 nya, yang masih berusia 10 tahun. Ia berharap, pemerintah melakukan operasi pasar atau melihat pasaran minyak goreng di agen-agen agar harga tidak dinaikkan semaunya oleh agen.
Senada dengan Syaridah, bahkan Kartika, pengusaha keripik tempe, mengungkapkan, sudah hampir dua minggu ini menghentikan sementara produksi keripiknya. Selain bahan baku tempe yang mahal, harga minyak goreng yang juga naik membuatnya berpikir ulang untuk tetap menjalankan usahanya.
Ibu tiga anak ini merasa dirugikan dengan kenaikan harga minyak goreng yang tak menentu tersebut. Dia pun sangat menyayangkan peran pemerintah yang lemah dalam melakukan pengontrolan harga sembako, terutama minyak goreng yang naiknya bisa setiap waktu.
Dari pantauan di pasar-pasar tradisional di Pontianak, harga minyak goreng curah mencapai Rp13.500 -Rp14.000/kilogram. Sementara minyak goreng kemasan merek Sania Rp13.000/kilogram, Filma Rp14.500 kilogram.
Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindang) Kalbar menyebutkan, kebutuhan minyak goreng di Kalbar untuk hari biasa sekitar 3.000 ton/bulan.
Sebelumnya, Kadisperindag Kalbar, Ida Kartini, mengatakan, kenaikan harga minyak yang berbahan baku minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) ini dipengaruhi naiknya permintaan konsumsi “biofuel” di pasaran dunia. Dengan kenaikan CPO di pasar internasional, diduga kuat banyak produksi CPO dalam negeri dipasok untuk ekspor.
Sebagai dampaknya, terjadi kelangkaan CPO dalam negeri serta lonjakan harga minyak goreng. “Kita berharap naiknya harga minyak goreng yang berasal dari CPO dapat dimanfaatkan para petani kelapa dengan mengolah buah kelapa menjadi minyak goreng,” imbaunya

Perlu Kebersamaan Bangkitkan UKM


Pengembangan dunia Usaha Kecil dan Menengah (UKM) perlu kebersamaan antar pemerintah, perbankan, dan pihak swasta. Dunia perekonomian mikro ini perlu sentuhan baik permodalan maupun pembinaan. "UKM perlu mendapatkan fasilitas baik komponen untuk produksi maupun permodalan. Lembaga usaha ini sangat berpotensi dalam pertumbuhan ekonomi Kalbar ketika perusahaan besar gulung tikar," kata Kepala Badan Pengembangan Ekonomi dan Koperasi Kalbar Soetaryo Soeradi, kepada Pontianak Post belum lama ini.

Lembaga usaha sangat besar peranannya, karena banyak menyerap tenaga kerja. Negara Cina saja, misalnya, ekonominya bangkit dari UKM dengan berbagai home industrinya. Pemerintah Indonesia, kata Soetaryo, mungkin harus melihat kebangkitan ekonomi Cina, UKM harus bisa mendapatkan dana penguatan.

"Memang untuk mendapatkan dana dari perbankan, perlu pihak pendamping bagi UKM. Seperti lembaga keuangan mikro atau penjamin agar bisa mencairkan dana tersebut agar tidak mengendap. Kedepan lembaga keuangan mikro diharapkan mampu dan tumbuh lebih banyak untuk menjembatani antara perbankan dengan UKM," ujar Kepala BPEK Kalbar. Ditambahkannya, kalau permodalan UKM bertumpu kepada pemerintah hanya berdasarkan APBD dan APBN maka pertumbuhannya lamban. Sehingga ada kebersamaan antara pemerintah dan swasta untuk mengundang investor.

Soetaryo juga memaparkan, dengan adanya investasi luar maka kebangkitan UKM dalam menopang pembangunan ekonomi dapat diharapkan. Usaha kecil ini, katanya, telah teruji untuk bertindak profesional, hanya perlu sedikit pembinaan serta sentuhan pelatihan dalam pengembangan produk. Saat ini UKM terbesar masih pada sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan. Sedangkan untuk handcraft masih sedikit.

"Dalam membina, kita mendata keseluruhan UKM berdasarkan tingkatan. Setelah itu baru bisa dicarikan solusi pada setiap tingkatan, apakah pemasaran, peningkatan kualitas barang dan sebagainya. Saya lebih optimis karena mendapatkan kabar bahwa ada lembaga informasi serta pelatihan bagi UKM. Harapan kita dari pemerintah lembaga tersebut bisa bergandengan tangan bersama dalam membentuk UKM-UKM yang mandiri," papar Soetaryo.(riq)< Pengembangan dunia Usaha Kecil dan Menengah (UKM) perlu kebersamaan antar pemerintah, perbankan, dan pihak swasta. Dunia perekonomian mikro ini perlu sentuhan baik permodalan maupun pembinaan. "UKM perlu mendapatkan fasilitas baik komponen untuk produksi maupun permodalan. Lembaga usaha ini sangat berpotensi dalam pertumbuhan ekonomi Kalbar ketika perusahaan besar gulung tikar," kata Kepala Badan Pengembangan Ekonomi dan Koperasi Kalbar Soetaryo Soeradi, kepada Pontianak Post belum lama ini.

Lembaga usaha sangat besar peranannya, karena banyak menyerap tenaga kerja. Negara Cina saja, misalnya, ekonominya bangkit dari UKM dengan berbagai home industrinya. Pemerintah Indonesia, kata Soetaryo, mungkin harus melihat kebangkitan ekonomi Cina, UKM harus bisa mendapatkan dana penguatan.

"Memang untuk mendapatkan dana dari perbankan, perlu pihak pendamping bagi UKM. Seperti lembaga keuangan mikro atau penjamin agar bisa mencairkan dana tersebut agar tidak mengendap. Kedepan lembaga keuangan mikro diharapkan mampu dan tumbuh lebih banyak untuk menjembatani antara perbankan dengan UKM," ujar Kepala BPEK Kalbar. Ditambahkannya, kalau permodalan UKM bertumpu kepada pemerintah hanya berdasarkan APBD dan APBN maka pertumbuhannya lamban. Sehingga ada kebersamaan antara pemerintah dan swasta untuk mengundang investor.

Soetaryo juga memaparkan, dengan adanya investasi luar maka kebangkitan UKM dalam menopang pembangunan ekonomi dapat diharapkan. Usaha kecil ini, katanya, telah teruji untuk bertindak profesional, hanya perlu sedikit pembinaan serta sentuhan pelatihan dalam pengembangan produk. Saat ini UKM terbesar masih pada sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan. Sedangkan untuk handcraft masih sedikit.

"Dalam membina, kita mendata keseluruhan UKM berdasarkan tingkatan. Setelah itu baru bisa dicarikan solusi pada setiap tingkatan, apakah pemasaran, peningkatan kualitas barang dan sebagainya. Saya lebih optimis karena mendapatkan kabar bahwa ada lembaga informasi serta pelatihan bagi UKM. Harapan kita dari pemerintah lembaga tersebut bisa bergandengan tangan bersama dalam membentuk UKM-UKM yang mandiri," papar Soetaryo.